Hukum Industri
A. Istilah-istilah dalam Merek
Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan di gunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang yang sejenis lainnya.
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa – jasa yang sejenis lainnya .Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada
barang dan/ atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh
beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan
dengan barang dan /atau jasa sejenisnya.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk
jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan
izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
B. Kategori yang Tidak Dapat Didaftarkan Sebagai Merek
– Yang permohonannnya diajukan atas dasar itikad tidak
baik.
– Yang bertentangan dengan moral, peraturan UU, dan
ketertiban umum.
– Yang tidak memiliki daya pembeda.
– Tanda yang telah menjadi milik umum.
– Yang semata-mata menyampaikan keterangan yang
berhubungan dengan barang atau jasa.
C. Jangka Waktu Perlindungan Merek dan Pengalihan Merek
Jangka waktu perlindungan merek adalah 10 tahun dari
tanggal penerimaan. Jangka waktu ini dapat diperpanjang untuk masa yang tidak
ditentukan selama 10 tahun. Namun pemilik harus mengajukan perpanjangan 12
bulan sebelum merek tersebut berakhir. Merek dapat dialihkan dengan cara pewarisan, wasiat,
hibah, perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh per UU an.
Pengalihan ini harus dicatatkan di dalam Daftar Umum Merek, diarsipkan oleh
Kantor HKI dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
Pemilik merek dapat memberikan lisensi kepada orang lain
utk menggunakan merek tersebut dalam perdagangan merek dan jasa. Perjanjian
lisensi harus didaftarkan dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
D. Sanksi Pidana Merek
1. Pasal 90, UU No. 15 tahun 2001 :
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang sama pada kesluruhnnya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan atau jasa sejenis yang di produksi dan atau di perdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Dan atau denda paling
banyak Rp1 M.”
2.
Pasal 91, UU No. 15 tahun 2001:
“ Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang sama pada pokoknya dengan merek yang terdaftar milik pihak lain
untuk barang dan atau jasa yang di produksi dan atau diperdagangkan, dipidana
dengan penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp.800 juta.”
3.
Pasal 92, (1), UU No. No. 15 tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain
untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana
penjara paling lama 5 Tahun dan atau denda paling banyak Rp1 M.”
4. Pasal 92, (2), UU No. No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk
barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara
paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 Juta.”
5.
Pasal 93,UU No. No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga
dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal
jasa tersebut, dipidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling
banyak Rp800 juta.”
6.
Pasal 94, UU No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa memperdagangkan barang dan atau jasa yang
diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan atau jasa tersebut merupakan
hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 90, 91, 92, dan 93 dipidana
kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp200 Jt.”
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaaan
industri.
Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau
yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya
kapas untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi untuk
industri besi dan baja. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau
tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri,
misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi
jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk
industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine.
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami
satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut
menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan
untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan. Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap
pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi, misalnya
industri pakaian, mebel, semen, dan bahan bakar. Rancang bangun industri adalah
kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik
secara keseluruhan atau bagian-bagiannya. Perekayasaan industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan
pabrik dan peralatan industri lainnya.
Berner Convention (Konvensi Berner)
Berner Convention atau Konvensi Berne tentang
Perlindungan Karya Seni dan Sastra merupakan persetujuan internasional mengenai
hak cipta, yang pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi
Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa
telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan
intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Konvensi Bern
direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan
di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada
tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan
diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi
Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini tersedia,
disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di
negara masing-masing. (Dikutip dari id.wikipedia.org)
Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak cipta
yang paling tua di dunia (1 Januari 1886), keseluruhannya tercatat 117 negara
meratifikasi. Belanda, pada tanggal 1 November 1912 juga memberlakukan
keikutsertaannya pada Konvensi Bern, selanjutnya menerapkan pelaksanaan
Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah
administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember
1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah:
karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah
dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang
terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang
diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan
pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang
diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung
dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas
dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang
dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya
terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara
berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, sosial, atau cultural.
UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright
Convention), yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari
dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta, yang lain adalah
Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi
negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih
ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral.
Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang
berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi
Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak
cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika
Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta
Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan
juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi
Berne negara.
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada
tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang
tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa
secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian
salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini
kepentingan negara-negara berkembang diperhatikan dengan memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan
diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai
hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis
yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba
untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak
monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan
kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak
cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu
kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta
itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Konvensi-Konvensi Internasional tentang Hak Cipta
Konvensi internasional merupakan perjanjian antarnegara,
para penguasa pemerintahan yang bersifat multilateral dan ketentuannya berlaku
bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Hak Cipta adalah hak khusus
bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan
yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Kesimpulannya, Konvensi internasional tentang hak cipta adalah Perjanjian antar
Negara yang melindungi hasil ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan
seni yang berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.
Konvensi-konvensi internasional mengenai hak cipta yang melindungi hasil
ciptaan bagi masyarakat internasional adalah sebagai berikut.
1.1 Konvensi Bern 1886
Perlindungan Karya Sastra dan Seni
Sepuluh negara-negara peserta asli (original members) dan
tujuh negara (Denmark, Japan, Luxtinburg, Manaco, Montenegro, Norway, dan
Sweden) yang menjadi peserta dengan cara aksesi menandatangani naskah asli
Konvensi Bern. Latar belakang diadakan konvensi seperti tercantum dalam
Mukadimah naskah asli Konvevsi Bern adalah: ”…being equally animated by the
desire to protect, in as effective and uniform a manner as possible, the right
of authors in their literary and artistic works”.
Semenjak mulai berlakunya, Konvensi Bern yang tergolong
sebagai Law Making Treaty, terbuka bagi semua negara yang belum menjadi
anggota. Keikutsertaan sebagai negara anggota baru harus dilakukan dengan cara
meratifikasinya dan menyerahkan naskah ratifikasi kepada Direktur Jenderal
WIPO. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern, menimbulkan
kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang¬undangan nasionalnya
di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern memberi 3
prinsip:
1) Prinsip National
Treatment
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta
perjanjian (yaitu ciptan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau
suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta
perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti
diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
2) Prinsip Automatic
Protection
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara
langsung tanpa harus memeruhi syarat apapun (must not be upon complience with
any formality).
3) Prinsip Independence
of Protection.
Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung
kepada pengaturan perlindungaan hukum negara asal pencipta.
Pengaturan ini mengenai pengaturan standar-standar
minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta, dan jangka waktu
perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah: Ciptaan yang dilindungi adalah semua ciptaan di bidang
sastra, ilmu pengetahuan, dan seni dalam bentuk apapun perwujudannya. Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation),
pembatasan (limitation), atau pengecualian (exception) yang tergolong sebagai
hak-hak ekskluisif:
i) Hak untuk menterjemahkan;
ii) Hak mempertunjukkan di
mukaa umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan musik;
iii) Hak
mendeklarasikan (to recite) di muka umum suatu ciptaan sastra;
iv) Hak
penyiaran (broadcast);
v) Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk
perwujudan apapun;
vi) Hak Menggunakan ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan
audiovisual;
vii) Hak membuat aransemen (arrangements) dan adapsi (adaptations)
dari suatu ciptaan.
Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan
hak-hak moral (”droit moral”), hak pencipta untuk mengkluim sebagai pencipta
suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengarjukan keberatan terhadap setiap
perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya
yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi pencipta.
Konvensi Hak Cipta Universal 1955
Merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO
untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang
berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota
masyarakat internasional yang menganut civil law system, berkelompok
keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota
masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok
pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di
negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat.
Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem
pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi
yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to
establist a minimum level of international copyright relations throughout the
world, without weakening or supplanting the Bern Convention”. Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya
suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention
(UCC) yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12
ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955.
Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1
konvensi antara lain:
1) Adequate and Effective Protection.
Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian
berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap
hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
2) National Treatment.
Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan
oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan
yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan
meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan
kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara
tempat dia menjadi warga negara.
3) Formalities.
Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis dari
UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara
peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya
syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti
wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaris (notarial
certificates) atau bukti pembayaran royalty dari penerbit (payment of
fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada
ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda c dan di belakangnya tercantum nama
pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
4) Duration of Protection
Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan
untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun
setelah kematian pencipta.
5) Translations Rights
Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta
untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan
dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana
penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat
memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi
syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
6) Juridiction of the international
Court of Justice
Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau
lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi,
yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke
muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang
diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai
cara lain.
7) Bern safeguard Clause
Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu
sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
3.1 Konvensi Roma 1961
Konvensi Roma diprakarsai oleh Bern Union, dalam rangka
untuk lebih memajukan perlindungan hak cipta di seluruh dunia, khususnya
perlindungan hukum internasional terhadap mereka yang mempunyai hak-hak yang
dikelompok dengan nama hak-hak yang berkaitan (Neighboring Righta / Related
Righta). Tujuan diadakannya konvensi adalah menetapkan pengaturan secara
internasional perlindungan hukum tiga kelompok pemegang hak cipta atas hak-hak
yang berkaitan. Tiga kelompok pemegang hak cipta dimaksud adalah:
1) Artis-artis pelaku (Performance Artist),
terdiri dari penyanyi, akktor, musisi, penari, dan lain-lain. Pelaku yang
menunjukkan karya-karya cipta sastra dan seni.
2) Produser-produser rekaman (Producers of
Phonogram).
3) Lembaga-lembaga penyiaran.
Konvensi Internasional tentang hak cipta lainnya adalah Convention
for the Protection of Producers of Phonogram Againts Unnauthorized Duplication
of their Phonograms (Geneva Convention 1971)
Sumber :
Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor
Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005
https://sciencebooth.com/2013/06/12/hal-hal-yang-berkaitan-dengan-merek-uu-no-15-tahun-2001/
https://yudhaxyz.wordpress.com/2012/05/05/uu-no-5-tahun-1984-perindustrian/
Comments
Post a Comment